Wednesday, June 13, 2007

Tidak Islamnya Bank Islam, Kritik Atas Perbankan Syariah


Tidak Islamnya Bank Islam, Kritik Atas Perbankan Syariah
oleh Zaim Saidi & Imran N. Hosein
Pustaka Adina, 2003

Ucapan Terima Kasih
Buku ini terbit dengan bantuan dan kerjasama sejumlah orang. Pertama-tama adalah para mahasiswa yang tengah gandrung mempelajari ekonomi Islam di berbagai kelompok dan forum studi “ekonomi syariah” di berbagai universitas yang acap menanyakan posisi saya tentang perbankan syariah. Pertanyaan merekalah yang mendorong saya untuk menuliskan penjabaran pendapat saya tersebut dengan agak leluasa dalam bentuk buku.

Naskah kedua, karya Imran N Hosein saya peroleh dari rekan saya Abdur-Razak Lubis yang bermukim di Penang dan aktif di PAID (People Againsts Interest Debt), Malaysia. Penerjemahannya ke dalam bahasa Indonesia dilakukan oleh Sdr. Nurhasan. Rekan-rekan saya di Adina, Asad Nugroho dan Fathma, juga acap terlibat dalam diskusi tentang masalah ini – khususnya implikasi praktisnya dalam pengelolaan wakala dinar dan dirham yang mereka rintis. Fathma juga membantu saya dalam persiapan naskah. Beberapa bahan tambahan saya peroleh dari Sdr. Andhi Rahardjo dari Forinda (Forum Penggerak Dinar dan Dirham). Terakhir, dari Penerbit Adina, Sdr. Omar Camus, melakukan penyelesaian naskah sebelum pracetak.

Kepada mereka semua saya ucapkan terima kasih. Semoga pekerjaan mereka tidak semata-mata dinilai sebagai perbuatan profesional semata, melainkan bernilai ibadah di mata Allah SWT. Amin.


Pengantar Penerbit
Buku kurun lima puluh tahun terakhir ini di dunia Islam telah berkembang “ekonomi Islam”. Wujud yang paling nyata di hadapan masyarakat Muslim atas perkembangan ilmu ekonomi Islam ini adalah maraknya perbankan Islam atau perbankan syariah. Berbagai produk ditawarkan dengan prinsip tanpa bunga, melainkan atas dasar bagi hasil. Meskipun agak belakangan, tak terkecuali di Indonesia, saat ini ada belasan perbankan syariah beroperasi. Berbagai perangkat peraturan perundang-undangan dan kelembagaan juga telah mulai diterapkan untuk mendukungnya.

Demikian populernya ekonomi Islam sekarang ini hingga jarang terdengar suara yang agak berbeda dari umur “ekonomi syariah”. Dari sedikit suara kritis ini dating dari kelompok Murabitun Internasional, yang pada dasarnya menyatakan bahasa “islamisasi ekonomi”, sebagaimana yang terjadi melalui “ekonomi syariah” tersebut bukanlah jalan yang seharusnya ditempuh untuk mengatasi persoalan umat Islam. Jalan yang seharusnya ditempuh adalah menemukan alternative dari sitem kapitalisme yang melahirkan sebuah ideology, dan bukan ilmu, yang dikenal sebagai “ilmu ekonomi” arus utama saat ini.

Dalam kalimat terakhir bukunya, The End of Economics, Umar Ibrahim Vadillo, pemimpin gerakan Murabitun Internasional, menulis, “Bank Islam adalah kuda Troya yang disusupkan ke dalam Dar al-Islam”. Dengan kata lain Vadillo ingin menyatakan bahwa perbankan syariah tidak saja bukan solusi bagi kebutuhan akan sitem pengelolaan sumber daya finansial yang sesuai dengan syariah melainkan bahkan merupakan sebentuk pengkhianatan atau musuh dalam selimut

Motivasi pengembangan perbankan syariah, menurut Vadillo, adalah mempertahankan posisi agar umat Islam seluruh dunia, yang jumlah mencapai sekitar 2 milyar jiwa, tidak terlepas dari system keuangan (kapitalistik) global. Perbankan syariah adalah bagian dari upaya “islamisasi ekonomi”. Persoalannya adalah dengan dikembangkannya perbankan syariah ini upaya untuk membangun sistem alternative menjadi terhambat, sebab umat seolah telah mendapatkan jawaban atas kegelisahan akibat keterlibatan dalam riba. Padahal, demikian kata Vadillo, “kita tidak ingin mengislamkan kapitalisme, kita bermaksud menciptakan alternative terhadapnya”.

Buku ini merupakan upaya untuk mengelaborasi kritik-kritik atas perbankan syariah tersebut bagi umat Islam di Indonesia. Buku ini terdiri atas dua bagian. Bagian pertama, ditulis oleh Zaim Saidi yang belakangan gencar mengkampanyekan kembalinya mata uang riel, warisan Rasulallah yang telah lama ditinggalkan kaum Muslimin, yakni dinar emas dan dirham perak. Suatu kali ia menyatakan bahwa dinar emas dan dirham perak adalah mata uang universal yang membawa keadilan. Emas dan perak Indonesia sama bagusnya dengan emas dan perak Amerika atau emas dan perak Cina. Nilai kursnya adalah 1:1.

Tentu penerapan kembali sistem mata uang emas dan perak bukan satu-satunya counter atas sistem kapitalisme yang berbasis pada uang emas. Banyak hal lain yang diperlukan. Tetapi, dinar dan dirham, sebagaimana diuraikan dalam tulisan ini akan sangat membatasi ruang gerak liar kapitalisme. Dinar dan dirham akan membuat perilaku ribawi sebagai perilaku menyimpang dan bukan kewajaran sebagaimana kita saksikan hari-hari ini.

Tulisan Zaim selengkapnya Tidak Islamnya Bank Islam, Kritik atas Perbankan Syariah. Ia berkesimpulan “perbankan, dengan label syariah atau bukan, selama kegiatannya melibatkan sewa-menyewa uang dan penciptaan kredit, tiada lain adalah sistem ribawi. Kalau demikian maka perbankan syariah adalah sebuah contradiction in terminis belaka”.

Bagian dua buku ini berjudul Pentingnya Mengharamkan Riba dalam Islam yang merupakan terjemahan karya ulama Imran N Hosein, The Importance of Prohibition of Riba in Islam. Tulisan ini pertama kali diterbitkan dalam Ansari Memorial Series sebagai perhormatan penulis terhadap gurunya dan sheikh Maulana Dr. Muhamad Fazlur Rahman Ansari (1914-1974), rahimullah. Imran menjelaskan pentingnya memahami riba secara konsepsional. Riba umumnya kita pahami, melainakn terkai dengan banyak persoalan struktural.

Betapa jahatnya dampak dari riba sehingga Allah SWT sendiri begitu keras terhadap riba dan pemakan riba. Karena itu, menurut Imran, ayat terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah perintah untuk menyelesaikan sisa-sisa praktek ribaini (Al Baqarah 278-281). Ia mengatakan:

“…ayat-ayat tersebut dalam surat Al Baqarah (surat kedua Qur’an) berkenaan dengan riba (QA 278-281) merupakan ayat pamungkas yang harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh. Ayat terakhir tersebut tidak menyampaikan apa pun soal baru mengenai agama Islam. Ayat ini sekadar menegaskan bahwa Nabi telah bersabda mengenai riba, termasuk penegakan hokum yang berkenaan dengan riba dalam khutbah wada di pada Arafah.”

Semoga penerbitan buku ini memberikan penerangan dan pandangan baru di kalangan umat Islam sehingga tidak terkelabui oleh serigala-serigala yang berbulu domba.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Pustaka Adina
Juli 2003