Saturday, June 16, 2007
Orang Mandailing di Kamp Konsentrasi NAZI
Orang Indonesia di Kamp Konsentrasi NAZI.
Autobiografi dari Parlindoengan Loebis.
Loebis berangkat ke Negeri Belanda untuk belajar Kedokteran, setelah lulus Kandidat I di Betawi (begitu dia menuliskannya). Semasa di Betawi, ia sempat aktif di Jong Islamieten Bond dan Jong Batak, yang kemudian bersama perhimpunan mahasiswa lain (selain Jong Java) bersatu membentuk PPPI dan Indonesia Moeda. Di Leiden, tak lama ia direkrut Perhimpoenan Indonesia. Sepeninggal Hatta cs, PI bersifat kekirian, dengan garis Stalinis yang jelas. Sempat Loebis menjadi ketua, selama 3 tahun, dan membawa PI ke arah yang tak begitu kiri. Kerjasama dengan Partai Komunis Belanda dihentikan, dan digantikan dengan kerjasama dengan Partai Sosialis (SDAP).
Tapi kemudian PD II pecah. Mei 1940, saat Jerman bergerak ke barat, Belanda menyerah nyaris tanpa perlawanan. Dan bahkan kemudian kehidupan masih tampak normal dalam pendudukan Jerman. Sebelum serangan Jerman pun, partai NSB pro Jerman pernah memperoleh suara cukup besar (separuh suara) dari rakyat Belanda. Selama pendudukan Jerman ini, Loebis sempat lulus di Leiden, menikah di Haarlem, menjajagi bekerja di Utrecht, dan akhirnya membuka praktek di Amsterdam. Tapi kemudian, 26 Juni 1941, dua orang reserse Belanda menjemputnya. Loebis dipenjarakan, dan kemudian dipindahkan ke Kamp Konsentrasi. (Baru pada tahun 1945, Loebis mengetahui alasan penahanannya: Jerman baru membuka front baru melawan Sovyet, dan para aktivis gerakan pro komunis ditakutkan menjadi partisan di belakang front).
Kamp Konsentrasi yang pertama dihuni adalah Kamp Schoorl. Di sini, tawanan belum disuruh bekerja, tetapi hanya disuruh apel dan berolah raga. Kemudian seluruh isi kamp ini digabungkan ke Kamp Amersfoort. Di sini, tawanan memperoleh perkerjaan konstruksi, termasuk memasang kawat berduri. Juga mulai sering disiksa secara kejam, baik oleh orang Jerman, maupun terutama oleh orang NSB.
Loebis kemudian dipindahkan ke Kamp Buchenwald di Jerman. Di sini Loebis mulai kehilangan harapan untuk dibebaskan, kecuali perang berakhir dengan kekalahan Jerman. Ia memutuskan untuk hidup secara efisien dan tanpa hati, untuk bertahan hidup selama mungkin. Di Buchenwald, mereka membuka hutan di pegunungan berkabut, memecah batu, membuat barak, saluran air, listrik, bengkel, dll, selama 7 hari seminggu, 14 jam sehari. Tawanan sering dipukuli, bahkan hingga mati. Tawanan yang mengobrol ditembak.
Namun kemudian Loebis dipindahkan lagi, pada Oktober 1942, ke Sachsenhausen, ke instalasi pabrik pesawat perang Heinkel. Di sini situasi lebih baik. Kamp lebih difokuskan pada pekerjaan teknis, biarpun kekejaman masih berlangsung, dan menyita nyawa manusia segala bangsa di sana. Kali ini, Loebis ditugaskan sebagai dokter kamp, sehingga tugasnya lebih ringan. Loebis jarang mengulas tentang Yahudi. Ia beralasan bahwa barangkali para Yahudi dipisahkan, dan ditempatkan di kamp tersendiri. Atau barangkali … entahlah.
Saat akhirnya pasukan sekutu berhasil masuk ke Jerman, Kamp kacau. Para tawanan dan penjaga membentuk barisan tak teratur yang terus bergerak ke barat. Tawanan yang keluar barisan langsung ditembak di belakang kepala. Tapi banyak juga penjaga yang juga lari memisahkan diri. Mereka akhirnya berhenti di kampung Grabouw. Sempat barisan dari kamp lain bergabung. Dan akhirnya tentara Russia masuk juga ke kampung itu. Mereka resmi lepas dari tawanan. Tapi perlu waktu untuk memulihkan diri, dan mencari cara untuk lepas dari kawasan Russia, menyeberangi sungai Elbe, masuk ke kawasan Sekutu Barat, dan akhirnya kembali ke Belanda dengan kereta ke Maastricht, lalu naik mobil ke keluarganya di Amsterdam.
Namun, nun di timur, kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, dan pada akhir 1945, berita itu mulai terdengar masyarakat Indonesia di Belanda. Loebis dkk langsung menyatakan diri bagian dari Republik Indonesia yang merdeka, dan kekikukan kemudian terjadi lagi. Sempat ada Kongres Pemuda Demokrat Sedunia di Cekoslovakia, dan Loebis ingin menghadiri kongres ini, atas nama Indonesia. Tentu Belanda tak memberikan pass, tetapi atas bantuan Inggris, Loebis bisa berangkat. Sambutan untuk Indonesia amat meriah, membuat berang para pemuda Belanda. Loebis kembali ke Belanda menumpang tim Belgia. Pemerintah Belanda akhirnya memperbolehkan orang Indonesia kembali ke negerinya. Namun dengan status sebagai NICA. Banyak yang mengira bahwa ini adalah support yang baik, karena tidak menyadari bahwa NICA justru memusuhi Pemerintah Indonesia Merdeka. Loebis sempat menyadari, dan memberi peringatan kepada lainnya. Namun saat ia bertolak pulang, ia diberi juga pangkat Mayor NICA, yang tentu ia tolak. Ia mengambil status sebagai dokter kapal, dan dalam status itu sempat menyelundupkan Dr Setia Boedi (Douwes Dekker) kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Loebis meneruskan karir sebagai dokter, dan menolak berpolitik. Bekerja sebagai dokter di PT Timah, Belitung. Zaman kaum komunis Indonesia bangkit, Loebis difitnah dan dipensiunkan dini, karena dianggap tak mau mendukung kaum komunis. Tapi ia tetap tinggal di Belitung. Saat istrinya meninggal, baru ia pindah ke Jakarta. Loebis meninggal di ujung tahun 1994, nyaris tanpa perhatian dari bangsa kita.
http://kun.co.ro/2006/10/29/loebis-di-kamp-nazi/