Sunday, June 10, 2007

Lawan Dolar dengan Dinar


Lawan Dolar dengan Dinar
Oleh Zaim Saidi
Pustaka Adina
November 2003

Prawacana

Perkenalan saya pada sistem mata uang dinar dan dirham pertama kali terjadi tanpa sengaja sekitar akhir 1998. ketika itu penerbit Mizan meminta saya menuliskan kata pengantar untuk buku yang akan diterbitkannya, Jerat Utang IMF, buah karya Abdur Razak Lubis dkk, dari Paid (People Against Interest-Debt), Malaysia. Buku ini berisikan berbagai telaah kritis atas masalah-masalah kemanusiaan yang timbul akibat modernitas. Secara spesifik pembahasan buku ini difokuskan pada sistem finansial dan moneter yang berlaku saat ini, yang dipandang sebagai sumber masalah. Secara ringkas buku Jerat Utang IMF hendak mengatakan bahwa segala sumber persoalan kemanusiaan kontemporer yang kita lihat saat ini adalah akibat sistem finansial ribawi.

Sistem finansial ribawi ditopang oleh segitiga uang kertas, pengenaan bunga, dan penciptaan kredit. Motor penggerak sistem ribawi ini adalah perbankan. Sistem ini telah memungkinkan perbankan menciptakan uang dari ketiadaan dan dengan melakukan itu perbankan memberikan pemasukan yang luar biasa besarnya bagi pemiliknya. Uang, bagi para banker, memberikan anak-pinak berupa uang berikutnya. Semakin banyauang yang diutangkan oleh banker semakin banyak kekayaannnya.

Pada umunya kita melakoni pola kehidupan dengan sistem ribawi ini dengan begitu saja, taken for granted. Maklumlah, sejak kanak-kanak, kita hanya diajari dan menjalani system ini. Padahal sistem ribawi ini sebetulnya belum terlalu lama berlangsung. Kalau pemakaian sistem uang kertas kita jadikan cuan, maka sistem ini baru sekitar 75 tahun. Memang, praktek riba sudah ada sejak berabad-abad lalu, tetapi itu dilakukan secara individual. Dengan kata lain para pemakan riba adalah mereka yang berperilaku menyimpang, atau perkecualian. Sedangkan hari ini praktek ini sudah menjadi sistem, kita semua terlibatdi dalamnya, meski mungkin tidak menyadarinya.

Lalu di mana konteks bagi dinar emas dan dirham perak dalam hal ini?

Tak banyak yang menyadari bahwa menggantikan mata uang emas dan perak, dengan mata uang kertas, pada hakekatnya adalah mengkhianati amanah untuk tidak mengubah takaran dan timbangan. Sebab, fungsi uang yang paling hakiki, selain sebagai alat tukar dan penyimpan nilai, sesungguhnya adalah sebagai alat takar. Seperti halna alat takar berat, yang diukur dengan gram atau kilogram, dan alat takar panjang yang diukur dengan cm, alat takar atas nilai pun sesungguhnya sama saja. Mata uang emas dan perak, karena ditentukan oleh nilai intrinsiknya - dalam proxy berat dan kadar - merupakan takaran bagi nilai suatu komoditas lain.

Demikianlah, uang kertas tidak dapat digunakan sebagai alat takar nilai. Maka harga-harga menjadi tidak baku. Perbedaan takaran nilai ini kita kenal sebagai perbedaan kurs. Akibatnya kita selalu kesulitan menetapkan harga suatu barang, ketika barang itu dipindahkan dari satu negara ke negara lain. Lebih jauh dari itu, perbedaan takaran ini, membuka peluang manipulasi. Negara yang memiliki mata uang yang kuat dapat merugikan negara yang memiliki mata uang yang lemah. Mekanisme perampasan harta inilah, dengan jalan masuk pengacauan takaran nilai, yang dapat kita jelaskan melalui konsep riba.

Dengan uang kertas takaran nilai telah kita khianati, dan kita terjebak di dalam sistem riba. Akibatnya struktur ekonomi politik dunia berbalik 180 derajat: kejayaan kedaulatan Islam, sebagai pengawal terakhir pemakaian koin emas dan perak sebagai mata uang, runtuh bersamaan dengan runtuhnya kedaulatan ini. Sebagai gantinya adalah kehinaan, yang diwujudkan dalam wajah negeri Turki sekarang. Kerajaan Islam yang begitu besar di bawah Turki Usmani, sebagai negeri berkelas "Dunia Pertama" digantikan menjadi negeri miskin, hina, dan terpuruk berkelas "Dunia Ketiga" sebagaimana kita lihat pada Turki hari ini. Fakta ini disimbolisasi dengan mata uang lira, yang nilai tukarnya menjadi sangat rendah - serendah Turki sekarang disbanding Turki dahulu. Pada 1920, saat kelompok sekularis mulai berkuasa, 1 poundsterling setara dengan 5 lira Turki, delapan pulun tahun kemudian, pada 2000, 1 poundsterling setara dengan 100.000 lira!

Perubahan sistem mata uang ini memakan waktu panjang. Uang kertas pertama kali diperkenalkan pada abad ke-9 di negeri Cina ketika para banker swasta mengeluarkan sertifikat tebus bagi pemerintahan Dinasti Tang. Tetapi standarnya tetap pada logam perak. Sementara itu di Eropa uang kertas mulai dicetak pada abad ke-16. pada abad ke-18 pemakaian uang kertas menjadi umum di berbagai belahan dunia. Namun, semuanya tetap didukung dengan emas atau perak, dalam suatu sistem yang disebtu sebagai standar emas.

Hanya di wilayah kekuasaan Islamlah, di bawah daulah Usmani, pemakaian koin emas dan perak terus bertahan, sampai kejatuhannya, 1924. daya tahan ini, agaknya, tidak terlepas dari doktrin yang terutama terkait dengan hokum-hukum muamalah dan jinayah. Ketentuan tentang zakat (mal), diat dan hudud, serta mahar, dan pengelolaan harta benda lainnya, selalu dikaitkan dengan dinar dan dirham. Swiss memang masih memberlakukan sistem tebus emas atas swiss franc sampai tahun 1954, tetapi alat tukarnya di pasar tepat dengan kertas.

Buku ini bermaksud memperkenalkan kembali inti pokok sistem bimetalik yang telah lama dilupakan orang dan membahas berbagai aspek perkembangan pemakaian mata uang dinar dan dirham di masa kini. Pembahasan mencakup beberapa aspek teoritis, sekilas kesejarahan dan diakhiri dengan pendekatan-pendekatan praktis. Sejumlah argument dari perspektif ekonomi politik maupun dari perspektif syariah diupayakan dikemukakan dengan secukupnya.

Diharapkan buku ini dapat menjadi rujukan dan pembuka mata bagi masyarakat Indonesia tentang masalah ini.

Semoga bermanfaat.

Zaim Saidi
Ucapan Terima Kasih

Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada Abdur-Razak Lubis yang memberi saya sejumlah literature di awal perjumpaan saya dengan dinar emas sepanjang 1999-2000. rekan-rekan saya di Lembaga Studi dan Implementasi Ekonomi Alternatif (Adina), terutama Sdr As'ad Nugroho, dan Sdr Ismail Yusanto dan Sdr. Karebet dari SEM Institute (Sharian Economic and Management Institute) serta teman-teman Dompet Dhuafa (Sdr. Eri, Akhmad J, Jamil, dan Rakhmad) juga patut mendapat terima kasih saya untuk berbagai diskusi dan perintisan seputar implementasi dinar dan dirham di Indonesia.

Merekalah pendukung awal gagasan besar ini.

Kawan-kawan di Murabitun Nusantara (Kang Achmad Cs), di Bandung, yang akhirnya merintis gagasan ini menjadi kenyataan - dengan mencetak dan mengedarkan koin dinar dan dirham di tanah Nusantara sejak 2000 - tentu sangat pantas memperoleh penghargaan. Demikian pula Sdr. Andi Rahardjo yang meneruskan dan memperluas lingkup kampanye dinar melalui institusi Forindo (Forum Penggerak Dinar dan Dirham). Dia juga memberikan beberapa materi tambahan, terutama yang terkait dengan sejarah mata uang, dan perkoinan di masa-masa pra dan sesudah Islam. Semoga upaya mereka ini mendapat balasa dari Allah swt.

Dalam mempersiapkan naskah ini saya banyak mendapat dukungan dari Sdr. Fathma yang sering membantu melengkapi naskah yang kurang, Sdr. Somiawan yang terampil dalam riset foto dan memanfaaatkan teknologi scanning, serta Sdr. Omar Camus di Pustaka Adina yang menyiapkan bahan pracetak. Kepada mereka bertiga saya mengucapkan terima kasih.

Last but not the least, Dini, istri saya menjadi pendukung setia gagasan-gagasan suaminya yang bagi sebagian orang dinilai tak lebih dari sekadar fantasi ini. Juga untuk anak-anak kami, Tasneem, Akhtar dan Nisa, yang tidak kalah gigihnya - tentu dengan cara mereka sendiri - mendukung gagasan pengembalian dinar emas dan dirham perak ini. Saya merasa perlu menyebutkan nama mereka secara khusus di sini - terimalah tanda terimas kasih babe untuk kalian semua.

Semoga buku ini menjadi saksi awal perubahan sistem finansial menjadi lebih adil, bila kelak menjadi kenyataan. Insya Allah.

Harga: Rp 15.000,- Pemesanan: Silakan kontak Wakala Sauqi langsung. Untuk daerah Bandung, harga sudah termasuk ongkos kirim (diantar langsung atau via pos). Untuk daerah luar Bandung, ongkos kirim mengikuti biaya Pos atau Titipan Kilat tergantung permintaan.

Catatan: Karena harga buku kurang dari 1 dirham, harga menggunakan mata uang Rupiah.